Senin, 02 Maret 2015

Semalam Tadi



                                    Semalam Tadi

Tadi malam yang sedikit menjelang pagi. Aku terduduk di atas sajadah. Gelap, sepi, sunyi di dalam pondokku.GANI TIRTOASRI Seperti biasa, rutinitas pengaduan pada Sang Rabbi Yang Menciptakanku. Tapi kali ini ada yang lain, yang kurasa begitu menggigil lalu tiba-tiba menjadi hangat, merinding dan tiba-tiba melemah. Ketika mulutku berhenti pada suatu ayat. Entah perasaan apa itu, tapi sungguh membuatku ingin menangis saja.
Kulihat di sebelah pojok kiri atas halaman, bacanya Surah Al-An’am. Kulihat ayatnya lagi, ternyata ayat 162…
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(qul, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin)
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Aku diam, tidak melanjutkan bacaanku lagi. Tiba-tiba aku merenungkan sesuatu. Ayat ini menyadarkanku banyak hal. Tentang sebuah kesabaran, keihklasan, ketulusan niat dan banyak hal lainnya. Memang tidak tersirat secara langsung di dalamnya, tapi sesungguhnya itu ada.
Baru saja, beberapa hari yang lalu aku menyukai soundtrack Kultum RCTI yang diisi oleh Ustad Al Habsyi. Materinya ringan, penyampaiannya juga sederhana tapi maknanya dalam. Soundtrack nya dinyanyikan oleh Hadad Alwi yang berjudul “Semua UntukNya”. Dan kujumpai juga ayat itu pada Doa Iftitah, sebagai permulaan dalam bermunajat pada Allah di setiap solat.
Dalam ayat itu, sejenak aku merenung. Betapa sombongnya diri ini jika dalam melakukan sesuatu mengharapkan ridla selain dari Nya. Ketika lelah, ketika sedih, ketika sibuk, ketika senang, ketika ini itu ingin diketahui orang lain. Allah menciptakan ku, mulai dari nol hingga sekarang hanya untuk menyembah Nya. Bukan untuk yang lain.
Ketika ujian datang, dan kita merasa tidak sanggup dengan ujian itu, padahal jelas Allah tidak akan menguji diluar kemampuanku, terkadang aku merasa hal ini menjadi sangat-sangat berat. Pikirku, ujian itu seperti ibadah. Melelahkan sebagai nurani manusia biasa, namun menjadi nikmat jika didasari dengan kesungguhan niat, kesabaran dan keikhlasan batin. Karena sesungguhnya semua itu Lillahi Ta’ala, bukan yang lain.
Aku teringat, ketika diri ini sangat lelah sehabis bekerja. Punggung terasa capek, dan lalu bersandar pada sebuah tembok. Apa yang dirasakan? Subhanallah, nikmatnya…… Punggung menjadi tidak lagi kaku. Itu baru tembok. Ketika diri ini dihadapkan oleh sebuah perkara yang ujiannya melelahkan, dan lalu bersandar hanya pada Allah. Bukankah itu lebih besar nikmatnya, teramat sangat nikmat. Itulah yang kuingat saat membaca ayat itu.
Semua yang diberikan Allah kepada kita, baik atau buruk, tidak ada yang sia-sia di mata Allah. Aku lebih belajar untuk bisa total meniatkan segala sesuatu hanya karena Allah. Bukan berarti kemaren tidak, namun terkadang hati suka sedih yang terlalu berlebihan dan akhirnya tidak terima kemudian berujung tidak ikhlas dalam menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan yang aku inginkan. Padahal, Allah selalu memberi yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan.
Aku tidak akan pernah tau, sampai kapan Allah akan menerima Takbir ku, Rukuk ku, Sujud ku, Tangis ku, dan segala munajat-munajat ku. Rabbi, semua yang ada padaku adalah milik Mu. Sesungguhnya, DIA sangat pantas untuk disembahkan. Pintaku untuk Mu, Sang Maha Pemberi, Semoga Engkau berkenan memperpanjang umurku dan orang-orang disekitarku supaya kami dapat menyempurnakan ibadah kami sebelum kami benar-benar menghadap kepada Mu…
Terimakasih Rabbi,,, (-_^)
                                                                                                                                        15 agustus 2014          
                                                                                         
                                                                                                        By, Pengurus Madin ITB GANI                    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar