Semalam
Tadi
Tadi malam yang sedikit menjelang
pagi. Aku terduduk di atas sajadah. Gelap, sepi, sunyi di dalam pondokku.GANI TIRTOASRI Seperti biasa,
rutinitas pengaduan pada Sang Rabbi Yang Menciptakanku. Tapi kali ini ada yang
lain, yang kurasa begitu menggigil lalu tiba-tiba menjadi hangat, merinding dan
tiba-tiba melemah. Ketika mulutku berhenti pada suatu ayat. Entah perasaan apa
itu, tapi sungguh membuatku ingin menangis saja.
Kulihat di sebelah pojok kiri atas halaman,
bacanya Surah Al-An’am. Kulihat ayatnya lagi, ternyata ayat 162…
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(qul, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin)
(qul, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin)
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Aku diam, tidak melanjutkan bacaanku
lagi. Tiba-tiba aku merenungkan sesuatu. Ayat ini menyadarkanku banyak hal.
Tentang sebuah kesabaran, keihklasan, ketulusan niat dan banyak hal lainnya.
Memang tidak tersirat secara langsung di dalamnya, tapi sesungguhnya itu ada.
Baru saja, beberapa hari yang lalu
aku menyukai soundtrack Kultum RCTI yang diisi oleh Ustad Al Habsyi. Materinya
ringan, penyampaiannya juga sederhana tapi maknanya dalam. Soundtrack nya
dinyanyikan oleh Hadad Alwi yang berjudul “Semua UntukNya”. Dan kujumpai juga
ayat itu pada Doa Iftitah, sebagai permulaan dalam bermunajat pada Allah di
setiap solat.
Dalam ayat itu, sejenak aku
merenung. Betapa sombongnya diri ini jika dalam melakukan sesuatu mengharapkan
ridla selain dari Nya. Ketika lelah, ketika sedih, ketika sibuk, ketika senang,
ketika ini itu ingin diketahui orang lain. Allah menciptakan ku, mulai dari nol
hingga sekarang hanya untuk menyembah Nya. Bukan untuk yang lain.
Ketika ujian datang, dan kita merasa
tidak sanggup dengan ujian itu, padahal jelas Allah tidak akan menguji diluar
kemampuanku, terkadang aku merasa hal ini menjadi sangat-sangat berat. Pikirku,
ujian itu seperti ibadah. Melelahkan sebagai nurani manusia biasa, namun
menjadi nikmat jika didasari dengan kesungguhan niat, kesabaran dan keikhlasan
batin. Karena sesungguhnya semua itu Lillahi Ta’ala, bukan yang lain.
Aku teringat, ketika diri ini sangat
lelah sehabis bekerja. Punggung terasa capek, dan lalu bersandar pada sebuah
tembok. Apa yang dirasakan? Subhanallah, nikmatnya…… Punggung menjadi tidak
lagi kaku. Itu baru tembok. Ketika diri ini dihadapkan oleh sebuah perkara yang
ujiannya melelahkan, dan lalu bersandar hanya pada Allah. Bukankah itu lebih
besar nikmatnya, teramat sangat nikmat. Itulah yang kuingat saat membaca ayat
itu.
Semua yang diberikan Allah kepada
kita, baik atau buruk, tidak ada yang sia-sia di mata Allah. Aku lebih belajar
untuk bisa total meniatkan segala sesuatu hanya karena Allah. Bukan berarti
kemaren tidak, namun terkadang hati suka sedih yang terlalu berlebihan dan
akhirnya tidak terima kemudian berujung tidak ikhlas dalam menerima sesuatu
yang tidak sesuai dengan yang aku inginkan. Padahal, Allah selalu memberi yang kita
butuhkan bukan yang kita inginkan.
Aku tidak akan pernah tau, sampai
kapan Allah akan menerima Takbir ku, Rukuk ku, Sujud ku, Tangis ku, dan segala
munajat-munajat ku. Rabbi, semua yang ada padaku adalah milik Mu. Sesungguhnya,
DIA sangat pantas untuk disembahkan. Pintaku untuk Mu, Sang Maha Pemberi,
Semoga Engkau berkenan memperpanjang umurku dan orang-orang disekitarku supaya
kami dapat menyempurnakan ibadah kami sebelum kami benar-benar menghadap kepada
Mu…
Terimakasih
Rabbi,,, (-_^)
15
agustus 2014
By,
Pengurus Madin ITB GANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar